Forgetting Riding -Kesatu




 
Enam tahun sudah berjalan kisah kita, aku menemui mu dipetang sore itu saat senja sedang giat-giatnya menampakan jingga  di ujung barat bumi ini, kala itu kau berdiri ditengah keramaian sedang aku tengah berada didalam kesepian, kau menatapku melemparkan sepucuk senyuman , saat itu juga aku merasakan  akan di landa masalah besar, aku jatuh pada sepucuk senyuman dari bibir tipismu yang mematik hasrat  menginginkan akan di kecup bibir setipis bibirmu. aku merasa akan menjadi purnama yang indah jika pujangga yang menatapnya disetiap malam adalah dirimu,ku pikir awalnya aku  tak begitu sungguhan sebelum aku mati sungguhan jika kehilangan dirimu, menatapmu dalam waktu yang lama membuatku tak berdaya sebelum aku benar-benar tak berdaya karena kehilangan dirimu,aku menyadari kata-kata yang kau ucapkan kala itu hanya kebohongan semata,pelukan yang kau berikan hanya untuk menciptakan kehangatan diantara kita bukan bermaksud melindungiku hingga kita menua bersama.

kini enam bulan kita terpisah hari-hari ku awalnya sangat berantakan, aku sering meninggalkan pekerjaan, wajah ku terlihat kusam dan hanya ingin mencari kesepian dari keramaian di kota tua ini, entah mengapa ingin sekali rasanya berada di tempat sunyi dan menangis ekstra keras meluapkan amarah yang membara  dari luka dan penyesalan. sejujurnya bukan perjumpaan kita atau perkenalan kita yang aku sesalkan yang kusesali adalah mengapa kau tak mengejarku saat itu kala aku menjumpaimu kesekian ratus kalinya dari kesekian tahunnya dan ku dapat kau tengah berduaan dengan wanita pilihan orrang tuamu,sakit bukan? namun aku selalu mencoba meyakikan kau bukan yang terbaik walau kisah kita sudah  tertata rapi sejak sekian lama dan kini porak -poranda dalam sekejap saat kau menyetujui permintaan orang tuamu, hanya karena alasan yang kuat kau tak ingin jadi anak durhaka yang tak menurut pada orang tua kau rela memberi luka kepada ku yang sudah sekian lama mencintaimu lebih dari sekedar.

                        ****
Malam itu selepas kerja aku menyusuri kota tua itu saat kembali pulang ketempat tinggal sambil menangis kecil aku mencoba mengingat kembali beberapa keping kenangan dimemori ingatan sebelum usang seiring berjalan, seorang pria pencinta malam dan pencinta motor vespa memberi ku tumpangan selembar kain tangan ia berikan kepada ku untuk menghapus air mata, dia pelangi yang datang  setelah hujan luka menimpa ku, hari-hari ku kini berubah jiwa ku kembali bersemangat dari kusut yang pernah kudapat. Dari PERJALANAN  menyusuri malam di kota tua ini hingga kependakian sesungguhnya kami bukan sepasang kekasih kami hanyalah sepasang sahabat yang memulai perkenalan di pinggir jalan kota tua ini. Malam itu kami sama- sama menikmati coffe expreso kesukaan di kafe tua, tak ada percakapan riang seperti sebelumnya kami sama-sama terdiam membisu seolah tak mau memulainya ada kata yang tersesat di tenggorokan dan aku merasa kursi yang kami duduki sedari tadi sudah mulai menggigil bokongnya mulai hangat sebab kami tak bergeser sedikitpun, sampai akhir ia memulai percakapan kalimat yang diucapkan sedikit tak kedengaran seperti tertelan di tenggorokan sejujurnnya dia belum memiliki keberanian untuk mengungkapkan namun akhirnya dia memulai pembicaraan singkat hanya ingin melamar dengan cara yang sederhana lalu kemudian menempatkan cicin jemari ku, aku sedikit kebingungan harus menjawab apa sebab kami belum menjalin hubungan pacaran selain hubungan persahabatan selama enam bulan bahkan saat ditanya dia tak ingin berpacaran karenaa hanya membuang waktu dan uang saja baginya kalau sudah cinta langsung menikah saja,lamaran sederhana itu ku terima dengan hati gembira ku biarkan cincin itu melingkar dijemari tangan ku walau sesungguhnya aku belum sempat mengobati luka yang masih ada. 


sore itu akhir pekan minggu terakhir di bulan keenam aku mengenalnya pria yang pernah menciptakan luka dihatiku datang bersama gerimis hujan, ia datang bermaksud menjelaskan apa yang terjadi dan tentang batalnya  pernikahan  dengan wanita pilihan orang tuanya, walau itu berita yang seharusnya membahagiakan namun bagiku itu bentuk pengkhiatan yang sesungguhnya datang disaat aku tengah menempatkan cicin dari lelaki di pinggir jalan yang telah membuat jiwa ku yang harmpir tak berdaya menjadi kembali semangat,entah apa yang telah di takdirkan gerimis yang kian lebat menjadi hujan lelaki di pinggir jalan itu datang di tengah hujan ia berdiri lemah di depan pagar tempat tinggalku menyaksikan aku  berada di pelukan pria yang pernah meninggalkan ku sewaktu dulu, aku bisa merasakan degub jantungnya tak karuan, napasnya hampir tak terdengar, bunga yang ada digenggamanya kini jatuh berantakan dan selembar puisi yang ku minta sewaktu pendakian kalimatnya terlihat pudar dihapus tetesan hujan sedang ia berlari ekstra keras meninggal kami, kini dia benar- benar hilang dari pandangan ku yang ku dapat adalah diri ku yang kebingungan harus memulai darimana aku merasa menjadi orang kedua yang menciptakan luka dan melampiaskan kecewa dan lukaku kepada orang lain, ponselku berdering sebuah pesan singkat darinya" aku tahu enam bulan ku tak sepadan enam tahun antara kau dan dia, hanya cukup kau tahu dahulu aku mengejarmu disetiap saat dan kini jiwa ku benar-benar tersesat, terimakasih untuk setengah tahun kisah kita" 



the end.......................

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagaimana Dengan Jarak?

Lelaki Penikmat senja di Tanah Nuca Lale

Kita Usai Disini